Ayyub
adalah hamba shalih dan teladan kesabaran. Kisahnya diceritakan untuk
menghibur orang-orang yang ditimpa musibah, baik pada diri mereka,
keluarga, dan harta. Dia dulu sehat lalu sakit, dulu kaya lalu miskin,
pemilik keluarga dan anak, lalu Allah mengambil keluarga dan anaknya.
Dia menjalani semua itu dengan kesabaran yang baik, tidak mengaduh, dan
tidak meratap. Ujiannya berlangsung lama. Semangatnya tidak berkurang
karena ujian yang panjang itu. Kemudahan datang dari Allah ketika Ayyub
memanggil-Nya dan berdoa kepada-Nya. Allah mengembalikan kesehatannya,
mengembalikan harta dan anaknya dua kali lipat dari yang sebelumnya.
Kisahnya menjadi cerita yang menghiasi bibir orang-orang yang
sesudahnya. Kisah seorang imam orang-orang yang sabar, Ayyub Nabiyullah.
Referensi Hadis
Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya
Nabiyullah Ayyub ditimpa musibah selama delapan belas tahun. Orang
dekat dan orang jauh menolaknya, kecuali dua orang laki-laki saudaranya
yang selalu menjenguknya setiap pagi dan petang hari. Suatu hari salah
seorang dari keduanya berkata kepada temannya, 'Ketahuilah, demi Allah,
Ayyub telah melakukan sebuah dosa yang tidak dilakukan oleh seorang
manusia di dunia ini.' Temannya menanggapi, 'Apa itu?' Dia menjawab,
'Sudah delapan belas tahun Allah tidak merahmatinya dan tidak mengangkat
ujian yang menimpanya.'
Manakala
keduanya pergi kepada Ayyub, salah seorang dari keduanya tidak tahan dan
tidak mengatakan hal itu kepada Ayyub. Maka Ayyub berkata, 'Aku tidak
mengerti apa yang kalian berdua katakana. Hanya saja, Allah mengetahui
bahwa aku pernah melewati dua orang laki-laki yang bersengketa dan
keduanya menyebut nama Allah, lalu aku pulang ke rumah dan bersedekah
untuk keduanya karena aku khawatir nama Allah disebut tidak dalam
kebenaran.'
Nabi Shallallahu Alahi
wa Sallam bersabda, 'Ayyub pergi buang hajat. Jika dia buang hajat,
istrinya menuntunnya sampai di tempat buang hajat. Suatu hari Ayyub
terlambat dari istrinya dan Allah mewahyukan kepada Ayyub, 'Hantamkanlah
kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.' (Shad: 42).
Istrinya menunggunya cukup lama. Dia melihat dan memperhatikannya
sedang berjalan ke arahnya, sementara Allah telah menghilangkan
penyakitnya dan dia lebih tampan dari sebelumnya. Ketika istrinya
melihatnya dia berkata, 'Semoga Allah memberimu berkah, apakah kamu
melihat nabiyullah, orang yang sedang diuji? Demi Allah, kamu sangat
mirip dengannya saat dia dalam keadaan sehat.' Ayyub berkata,
'Sesungguhnya akulah Ayyub.'
Ayyub
memiliki dua tempat untuk mengeringkan hasil bumi, yang pertama untuk
gandum dan yang kedua untuk jemawut, lalu Allah mengirim dua gumpalan
awan. Ketika awan yang pertama tiba di atas tempat pengeringan gandum,
ia memuntahkan emas sampai melimpah, dan awan yang lainnya menumpahkan
di tempat pengeringan jewawut sampai melimpah pula."
Takhrij Hadis
Syaikh Nashiruddin Al-Albani berkata tentang takhrij hadits ini dalam Silsilah Al-Ahadis Ash-Shahihah (1/24), "Diriwayatkan oleh Abu Ya'la dalam Musnad-nya (1 176-177), Abu Nuaim dalam Al-Hilyah
(3/374-375) dari dua jalan dari Said bin Abu Maryam. Nafi' bin Yazid
menyampaikan kepada kami, Aqil memberitakan kepada kami dari Ibnu Syihab
dari Anas bin Malik secara marfu'." Dan dia berkata, "Gharib dari hadis
Az-Zuhri, tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali Aqil.
Rawi-rawinya disepakati keadilan mereka. Naïf meriwayatkan secara
sendiri."
Aku berkata, "Dia adalah rawi
tsiqah(terpecaya) sebagaimana yang dikatakannya. Muslim meriwayatkan
hadisnya, rawi-rawi lainnya adalah rawi-rawi Syaikhain. Jadi, hadis ini
shahih. Ia dishahihkan oleh Adam-Dhiya' Al-Maqdisi. Dia meriwayatkannay
dalam Al-Mukhtarah (2/220-221) dari jalan ini. Hadis ini diriwayatkan
oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya (2091) dari Ibnu Wuhaib. Nafi' bin
Yazid memberitakan kepada kami."
Penjelasan Hadis
Ayyub adalah salah seorang Nabi Allah yang mulia. Allah mewahyukan kepada Ayyub, "Sesungguhnya
Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan
wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah
memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak
cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. dan Kami berikan Zabur
kepada Daud." (An-Nisa: 163).
Ayyub termasuk keturunan Ibrahim. Firman Allah, "Dan
Kami telah menganugerahkan Ishak dan Yaqub kepadanya. Kepada keduanya
masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu
(juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya
(Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah
Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik." (Al-An'am: 84).
Allah telah menceritakan kisahnya di dua tempat dalam kitab-Nya, pertama dalam surat Al-Anbiya. Firman Allah, "Dan
(ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya, '(Ya Tuhanku),
sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang
Maha Penyayang di antara semua Penyayang.' Maka Kamipun memperkenankan
seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami
kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan
mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan
bagi semua yang menyembah Allah." (Al-Anbiya: 83-84).
Kedua dalam surat Shad. Firmannya, "Dan
ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhan-nya,
'Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan.' (Allah
berfirman), 'Hantamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan
untuk minum.' Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali)
keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula
sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai
fikiran. Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah
dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati
dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah Sebaik-baik hamba. Sesungguhnya
dia amat taat (kepada Tuhan-nya)." (Shad: 41-44).
Dalam
sunah Rasulullah terdapat keterangan tentang kisah Ayyub yang lebih
jelas dan terperinci. Dari seluruh keterangan dalam Al-Qur'an dan hadis
dapat diambil kesimpulan bahwa hidup Ayyub penuh dengan kenikmatan
sebelum memperoleh ujian, kehidupannya makmur. Allah menganugerahkan
harta, keluarga dan anak kepadanya, kemudian Allah berkehendak untuk
mengujinya. Maka dia mengambil harta dan anaknya, badannya pun
berpenyakit. Orang-orang yang dikumpulkan oleh nikmat di sekelilingnya
mulai menjauhinya. Orang dekat dan orang jauh menghindarinya. Yang masih
baik kepadanya hanyalah istrinya dan dua orang dari sahabatnya yang
mulia. Kedua orang ini sering mengunjunginya dan Ayyub terhibur
karenanya.
Salah
seorang dari keduanya memikirkan keadaan Ayyub yang telah diuji sekian
lama. Ayyub menanggung ujian itu selama delapab belas tahun dan Allah
belum mengangkat apa yang menimpanya. Terbesit di pikiran orang ini
bahwa cobaan Ayyub itu mungkin dikarenakan dosa besar yang pernah
diperbuat oleh Ayyub. Orang ini mengatakan apa yang ada di pikirannya
kepada temannya, dan temannya ini pun tidak kuasa menyimpan apa yang
dikatakan oleh rekannya. Dia mengatakan hal itu kepada Ayyub. Hal ini
membuat Ayyub sangat bersedih, maka dia menceritakan keadaannya secara
terbuka dan menepis anggapan tersebut. Pada waktu Ayyub sehat dan bugar,
dia melihat dua orang saling bertikai dan keduanya menyebut nama Allah.
Ayyub pulang ke rumahnya dan bersedekah atas nama keduanya, karena dia
khawatir nama Allah disebut kecuali dalam kebenaran.
Di sanalah Ayyub menghadap kepada Tuhannya denagn doa memohon dari-Nya agar ujiannya diangkat, "(Ya Tuhanku), Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua Penyayang." (Al-Anbiya: 83). "Dan
ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhan-nya:
"Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan". (Shad: 41).
Allah
menjawab doanya dan mengangkat ujian yang menimpanya. Allah Maha
Berkuasa atas segala hal. Jika Dia menghendaki sesuatu, pastilah
terjadi. Tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi yang mampu
menghalangi-Nya.
Sudah
menjadi kebiasaan Ayyub jika dia pergi buang hajat, dia diantar dan
dituntut oleh istrinya karena badannya yang lemah. Jika Ayyub telah tiba
di tempat yang dituju, istrinya membiarkannya menunaikan hajatnya.
Setelah itu dia kembali menuntun suaminya pulang ke tempat tinggalnya.
Pada hari ketika Ayyub berdoa kepada Allah, dia terlambat kembali kepada
istrinya yang sedang menunggunya. Allah mewahyukan kepada Ayyub agar
menjejakkan kakinya yang lemah ke tanah, maka dari tempat yang
dijejakkannya itu memancarlah air. Allah meminta Ayyub agar minum air
itu dan mandi darinya. Air itu menghilangkan penyakit di tubuhnya, lahir
dan batin. Ayyub kembali sehat dan bersemangat pada saat itu juga.
Kesehatannya dan kekuatannya pulih seperti ia tidak pernah sakit.
Ayyub
menemui istrinya dengan penuh semangat dan gairah seperti sebelum dia
diserang penyakit. Ketika istrinya melihatnya, dia tidak mengenalinya
walaupun dia melihatnya seperti suaminya yang dahulu sehat wal afiat.
Dia bertanya kepadanya tentang suaminya, seorang nabi yang
sakit-sakitan. Dia menyebutkan apa yang pernah dilihatnya dari suaminya
pada saat suaminya masih sehat dan kuat. Dia sama sekali tidak menduga
bahwa suaminya bisa sehat dan sembuh dari penyakitnya dalam waktu yang
sesingkat itu, yaitu sewaktu dia terlambat untuk kembali kepadanya.
Kebahagiannay begitu besar manakala dia melihat nikmat Allah kepada
suaminya dalam bentuk kembalinya kesehatan dan kekuatan kepadanya.
Sebagaimana
Allah mengembalikan kesehatan dan kekuatannya, Allah juga mengembalikan
hartanya yang hilang sebanyak dua kali lipat, serta menganugerahkan
anak-anak kepadanya dua kali lipat pula. Alalh mengirimkan dua awan yang
tidak membawa hujan, tetapi membawa emas dan perak. Ayyub memiliki dua
tempat penyimpanan hasil bumi. Yang pertama untuk gandum dan yang kedua
untuk jemawut. Awan pertama menumpahkan emas di tempat penyimpanan
gandum dan awan kedua menumpahkan perak di tempat penyimpanan jemawut.
Pada
waktu sakit Ayyub pernah marah kepada istrinya. Dia bernadzar, jika dia
sembuh, dia akan memukulnya seratus kali. Setelah sembuh Ayyub merasa
berat memukul istrinya yang selama dia sakit begitu sabar merawatnya,
tetapi dia juga merasa berat karena tidak menunaikan nadzar kepada
Tuhannya. Maka Allah memberikan jalan keluar dan kemudahan. Dia
memerintahkan Ayyub agar mengambil seikat batang gandum atau jemawut dan
memukul istrinya dengan itu satu kali pukulan, dengan itu Ayyub telah
menunaikan nadzarnya dan tetap tidak menyakiti istrinya. Allah berfirman
untuk Ayyub, "Dan ambillah dengan tanganmu seikat rumput, maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah." (Shad:44).
Imam
Ahmad berpendapat bahwa dibolehkan memukul orang yang melakukan dosa
yang terancam hukuman had, seperti orang yang berzina yang belum menikah
dan orang yang melakukan dosa qadzaf (menuduh) dengan pukulan
seperti pukulan pukulan Ayyub, jika yang bersangkutan sakit sehingga
ditakutkan akan celaka setelah dia dipukul. Rasulullah Shallallahu Alahi
wa Sallam telah memerintahkan para sahabat untuk memukul seorang
laki-laki yang sakit yang telah berzina dengan seorang wanita dengan
sebuah janjang kurma yang terdiri dari seratus cabang sebanyak satu kali
pukulan. (Lihat Ighatsatul Lahfan, Ibnul Qayyim (2/98). Hadis yang disinggung di atas dinisbatkan oleh Syaikh Nashiruddin Al-Albani di Silsilah Al-Ahadis As-Shahihah (6/1215) dengan no. 2968 kepada Nasai di Sunan Kubra, Ibnu Majah, Baihaqi, Ahmad dan lain-lainnya).
Ayyub
adalah soerang yang gesit, dermawan dan humoris dalam kejujuran.
Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam telah memberitakan kepada kita di
dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Nasai dari Abu Hurairah
yang berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam bersabda, "Manakala
Ayyub sedang mandi telanjang, sekelompok belalang dari emas jatuh
kepadanya, maka Ayyub memunguti dan menyimpannya di bajunya. Maka Tuhan
memanggilnya, 'Wahai Ayyub, bukankah Aku telah membuatmu kaya seperti
yang kamu lihat?' Ayyub menjawab, 'Benar, ya Rabbi, akan tetapi aku
selalu memerlukan keberkahanMu'." (Jami'ul Ushul, 8/521).
Mungkin
anda membayangkan keadaan Ayyub ketika dia melompat dalam keadaan
telanjang, mengumpulkan dan memunguti belalang emas, lalu meletakkan di
bajunya. Maka Tuhannya memanggilnya, "Bukankah Aku telah membuatmu kaya
sebagaimana kamu lihat?" (Yakni, melalui dua awan yang menuangkan emas
dan perak di tempat penyimpanan hasil buminya). Ayyub menjawab, "Siapa
yang tidak memerlukan keberkahan-Mu, ya Rabbi?"
Versi Taurat
Barang
siapa membaca kisah Ayyub di dalam Al-Qur'an dan hadis yang shahih lalu
membaca kisah ini dalam Taurat, maka dia akan meyakini bahwa salah satu
sasaran pemaparan versi dalam Al-Qur'an dan penjelasan
detail-detailnya di dalam hadis adalah untuk membongkar penyelewengan
kisah ini menurut versi Bani Israil dan membebaskan Nabiyullah Ayyub
dari tuduhan palsu dan dusta oleh orang-orang yang menyeleweng lagi
zhalim.
Klaim pertama yang harus diluruskan
dan dikoreksi adalah klaim para penulis kisahnya dalam Taurat bahwa
Ayyub hanyalah seorang laki-laki shalih lagi lurus. Dia bukan seorang
nabi. Klaim kedua yang harus diluruskan dan dikoreksi adalah apa yang
dikatakan oleh Taurat bahwa Ayyub marah kepada Tuhan-nya ketika
menjalani cobaan. Kemarahan Ayyub kepada Tuhannya ini dipaparkan
dipaparkan lewat perbicangan panjang antara Ayyub dan ketiga orang
temannya. Walau Ayyub dengan imannya dan kepercayaannya kepada Tuhannya,
dia tetap berbicara panjang kepada teman-temannya untuk menampakkan
penderitaannya karena cobaan dari Allah, walaupun dia tetap baik, lurus
dan melakukan kebaikan.
Dialog yang terjadi
adalah dialog yang panjang. Melalui dialog ini para pengarangnya
bermaksud untuk mengatasi masalah akidah, yaitu sebab-sebab Allah
menurunkan ujian-Nya kepada orang shalih dan hamba-hamba-Nya yang
bertakwa kepada-Nya dan teguh di atas perintah-Nya. Dialog itu
mengangkat masalah ini dengan bahasa filsafat dan bahasa syair. Oleh
karena itu, orang-orang Yahudi menganggap bahwa Safar Ayyub adalah salah satu Safar hikmah.
Aneh
jika Ayyub dalam Taurat adalah seorang pemarah dan pengeluh yang jauh
dari pemahaman yang lurus, menolak berserah diri kepada qadha dan qadar,
dan bahwasanya teman-temannya adalah orang-orang yang mengerti dan
mengetahui sehingga berusaha sepenuh daya guna untuk memberi
pengertian, pelajaran dan mengembalikannya ke jalan yang benar.
Kedustaan
semua itu ditunjukkan oleh hadis yang disampaikan oleh Rasulullah
Shallallahu Alahi wa Sallam tentang kesabaran Ayyub dalam keteguhannya
untuk menerima apa yang menimpanya tanpa berkeluh kesah, sampai-sampai
seorang temannya menduga sesuatu pada diri Ayyub. Dia melihat lamanya
ujian yang menimpa Ayyub sebagai bukti bahwa Ayyub telah melakukan
dosa besar sehingga dia berhak menerima hukuman panjang ini. Ayyub
membantah hal itu dengan menyebutkan kepada mereka tentang ketaqwaan dan
kebersihan hatinya semasa dia sehat wal afiat.
Apa
yang ditetapkan oleh hadis menunjukkan bahwa Ayyub lebih memahami,
lebih bertaqwa, dan lebih mengetahui. Dia tidak bimbang. Bimbang ini
tidak datang darinya, tetapi dari salah seorang temannya.
Adalah
benar ketika Taurat menyebutkan bahwa Ayyub mengerti, bertaubat, dan
kembali kepada Allah. Akan tetapi, apa yang disebutkan oleh Taurat bahwa
Ayyub mengeluh, merasa sempit dan marah, ini tidaklah benar sama
sekali. Taurat sesuai dengan Al-Qur'an dalam memberitakan bahwa Ayyub
dulunya adalah orang yang kaya sebelum ditimpa musibah. Dia memiliki
keluarga dan anak, dan bahwa Allah mengambil harta dan anaknya
sebagaimana ujian menimpa jasadnya, lalu Allah mengembalikan keluarga,
anak, serta hartanya kepadanya setelah Ayyub sembuh.
Akan
tetapi, Taurat menyembunyikan hakikat manakala mengklaim bahwa Allah
memberi ganti harta kepada Ayyub melalui hadiah dari saudara-saudara dan
kawan-kawannya. Padahal, dari hadis Rasulullah Shallallahu Alahi wa
Sallam kita mengetahui bagaimana Allah melimpahkan harta kepada Ayyub
dalam bentuk emas dan perak melalui awan. Kembalinya harta kepada Ayyub
bukan melalui hadiah dari kerabat dan teman-temannya.
Taurat
sesuai dengan Al-Qur'an dalam urusan penyakit yang menimpa tubuh Ayyub,
yaitu dari setan. Namun perincian-perincian yang disebutkan oleh Taurat
dalam perbincangan antara Allah dengan setan tidaklah benar. Hal ini
menyelisihi kaidah-kaidah syariat yang pokok lagi baku. Allah tidak
berbincang dengan setan setelah Dia mengusirnya dari rahmat-Nya,
walaupun terkadang Dia mengizinkan untuk menimpakan penyakit kepada
hamba-hamba-Nya karena sesuatu perkara yang diinginkan oleh-Nya.
Pelajaran-Pelajaran dan Faedah-Faedah Hadis
1. Keutamaan
Nabiyullah Ayyub dalam kesabarannya atas ujian dari Allah; lenyapnya
harta, keluarga, dan anak, ditambah penyakit dan menjauhnya teman-teman
darinya.
2. Akibat
dari kesabaran adalah kebaikan dunia dan akhirat. Allah menyembuhkan
Ayyub setelah penyakit yang berkepanjangan. Dia mengembalikan kekuatan
dan kesehatannya, memberinya harta yang melimpah dan anak-anak shalih.
3. Tingginya ta'dzim (pengagungan)
Ayyub kepada Tuhan-nya. Dia menebus dengan bersedekah atas nama dua
orang yang bersengketa dan keduanya menyebut nama Allah, karena takut
nama Allah disebut kecuali dalam kebenaran.
4. Besarnya
kesetiaan istri Ayyub kepada suaminya dan pengabdiannya kepada
Tuhannya. Begitu pula kedua temannya. Kesulitan hidup membuka kualitas
orang, walaupun orang-orang dengan kualitas bersih semakin sedikit,
akan tetapi di setiap masa dan kota akan selalu ada, kecuali apa yang
dikehendaki oleh Allah.
5. Kemampuan
Allah untuk menghapus ujian dan menyembuhkan orang sakit hanya dalam
sekejap, sebagaimana Allah mengembalikan kekuatan dan kesehatan kepada
Ayyub.
6. Kodrat
Allah memberi rizki kepada hamba-hamba-Nya dengan cara yang tidak umum.
Ayyub mendapatkan harta yang banyak dalam bentuk emas dan perak yang
dibawa oleh dua awan dan belalang emas yang jatuh kepadanya.
7. Allah
memberi kemudahan dan jalan keluar bagi Ayyub dalam nadzarnya. DIa bisa
memenuhi nadzarnya tanpa merugikan istrinya. Ibnul Qayyim menyatakan
bahwa dalam syariat mereka tidak ada kaffarat(denda). Jika dalam syariat mereka terdapat kaffarat, niscaya
Ayyub akan melakukannya tanpa memukul istrinya. Sumpah bagi mereka
adalah sesuatu yang wajib, seperti hukuman had. Dan yang pasti adalah
bahwa jika pelaku kesalahan yang mengakibatkan hukuman mempunyai alasan,
maka hukumannya diringankan darinya dan istri Ayyub memiliki alasan.
Dia tidak mengetahui bahwa yang berbicara dengannya adalah syetan. Dia
hanya bermaksud untuk berbuat baik, maka dia tidak berhak untuk dihukum.
Allah memberikan fatwa kepada Ayyub agar memperlakukannya sebagai orang
yang berudzur, ditambah kasih saying dan kebaikannya kepada Ayyub. Maka
Allah mengumpulkan untuknya antara memenuhi sumpah dan berlamah-lembut
kepada istrinya yang baik yang mempunyai alasan dan tidak berhak untuk
dihukum. (Ighatsatul Lahfan min Maqashidisy Syaithan, 2/97).
8. Hadis
ini membebaskan Ayyub dari kebohongan-kebohongan yang dinisbatkan oleh
orang-orang Yahudi kepada Ayyub. Hadis ini meluruskan dan mengoreksi
sejarah Ayyub yang mereka ubah dan selewengkan.
Sumber: diadaptasi dari DR. Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar, Shahih Qashashin Nabawi, atau Ensklopedia Kisah Shahih Sepanjang Masa, terj. Izzudin Karimi, Lc. (Pustaka Yassir, 2008), hlm. 189-199.