Nabi yang Takjub kepada Kaumnya
Pengantar
Inilah kisah
seorang nabiyullah yang diberi umat yang banyak jumlahnya. Dari umatnya
itu dia membentuk pasukan yang besar, banyak jumlahnya, dan tangguh. Apa
yang dicapai oleh umatnya sangatlah menakjubkan, begitu pula
kekuatannya. Dia berkata, "Siapa yang bisa melawan dan menghadang
mereka?"
Maka Allah membinasakan tujuh puluh ribu dari kaumnya akibat takjub yang ada padanya.
Teks Hadis
Imam
Ahmad meriwayatkan dari Suhaib berkata, apabila Rasulullah Shallallahu
Alahi wa Sallam shalat, beliau membisikkan sesuatu yang tidak aku
mengerti dan tidak menjelaskan kepada kami. Beliau bertanya, "Apakah kalian memperhatikanku?" Kami menjawab, "Ya." Beliau bersabda, "Sesungguhnya
aku teringat salah seorang nabi yang memiliki pasukan dari kaumnya
–dalam riwayat lain, 'membanggakan umatnya'- dia berkata, 'Siapa
menandingi mereka? Atau, siapa yang bisa melawan mereka? Atau ucapan
seperti itu.'
Maka diwahyukan
kepadanya, 'Pilihlah satu dari tiga perkara untuk kaummu: Kami biarkan
musuh dari selain mereka menguasai mereka, atau kelaparan atau
kematian.' Maka Nabi itu bermusyawarah dengan kaumnya dan mereka
berkata, 'Engkau adalah nabiyullah, engkau yang memutuskan. Pilihlah
untuk kami.' Lalu dia mendirikan shalat setiap kali mereka sedang
menghadapi urusan penting. Mereka mengatasinya melalui shalat. Maka dia
shalat sesuai dengan kehendak Allah."
Nabi melanjutkan, "Kemudian
dia berkata, 'Ya Rabbi, adapun musuh dari selain mereka, maka jangan.
Adapun kelaparan, maka jangan. Akan tetapi aku memilih kematian.' Lalu
kematian dikirim kepada mereka, dan yang mati di kalangan mereka
sebanyak tujuh puluh ribu." Nabi bersabda, "Bisikanku yang
kalian perhatikan itu adalah aku berkata, 'Ya Allah, dengan-Mu aku
berperang, dengan-Mu aku melawan dan tiada daya dan kekuatan kecuali
Allah.'"
Takhrij Hadis
Syaikh Albani dalam Silsilah Al-Ahadis Ash-Shahihah,
5/588 no. 2455. berkata, "Diriwayatkan oleh Ahmad (6/16), Abdurrahman
bin Mahdi menyampaikan kepada kami, Sulaiman bin Al-Mughirah
menyampaikan kepada kami dari Tsabit bin Abdurrahman bin Abi Laila dari
Suhaib berkata, aku berkata, "Sanad ini shahih di atas syarat Syaikhain,
didukung oleh riwayat Ma'mar dari Tsabit Al-Bunani yang sejenis tanpa
doa, yang di akhir hadis dan riwayat lain dan tambahannya adalah
tambahannya." Dia menambahkan, "Dan jika dia menyampaikan hadis ini, dia
pun menyampaikan hadis yang lain bahwa ada seorang raja dan raja itu
memiliki seorang dukun.." hadis selengkapnya.
Diriwayatkan
oleh Tirmidzi (2/236-237). Diriwayatkan oleh Muslim (8/229-231) dan
Ahmad dalam riwayatnya (1/16-17) dari jalan Hammad bin Salamah: Tsabit
menyampaikan kepada kami tanpa hadis yang pertama, dan Tirmidzi berkata,
"Hadis hasan gharib."
Aku berkata, "Dan sanadnya di atas syarat Syaikhain juga."
Hadis ini disebutkan pula oleh Syaikh Nashir (Al-Bani) dalam Ash-Shaihah
(3/50), no. 1061. Dia berkata tentang takhrijnya, "Diriwayatkan oleh
Ibnu Nashr dalam Ash-Shalah (2/35) Ishaq bin Ibrahim menyampaikan kepada
kami, Abu Usamah memberitakan kepada kami, Sulaiman bin Al-Mughirah
menyampaikan kepada kami dari Tsabit Al-Bunani dari Abdurrahman bin Abu
Laila dari Suhaib, lalu dia menyebutkan hadisnya.
Aku berkata, "Ini adalah sanad shahih di atas syarat Syaikhani."
Diriwayatkan
oleh Imam Ahmad (4/33, 6/16) dari dua jalan yang lain dari Sulaiman bin
Al-Mughirah dan dari jalan Hammad bin Salamah. Tsabit menyampaikan
kepada kami hadis senada dengannya, dan di dalamnya terdapat tambahan
bahwa shalat itu adalah shalat shubuh, dan berbisik itu terjadi sesudah
shalat pada hari-hari perang Hunaian. Dan Darimi meriwayatkan darinya
(2/217) ucapannya, "Ya Allah, dengan-Mu aku berusaha, dengan-Mu aku melawan, dan dengan-Mu aku berperang."
Dan sanad keduanya shahih di atas syarat Muslim.
Penjelasan Hadis
Rasulullah
memberitakan kepada kita di dalam hadis ini kisah tentang seorang
nabiyullah dengan umat yang besar jumlanya dan tangguh. Dia melihat
pemberian Allah ini dan takjub dengan apa yang dilihatnya. Dalam dirinya
muncul kekaguman bahwa tidak ada yang mampu menghadapi umatnya, tidak
ada yang bisa mengalahkannya.
Semestinya
orang yang menduduki kursi kenabian tidak boleh bersikap demikian,
karena ujub dengan diri sendiri atau dengan anak atau harta atau umat
adalah penyakit yang buruk. Seorang mukmin dalam menghadang musuhnya
tidak tertipu oleh bala tentaranya yang banyak, tidak kecut dengan bala
tentaranya yang sedikit, karena kemenangan hanya dari Allah semata. "Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah." (Ali Imran: 126). "Berapa
banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang
banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar." (Al-Baqarah: 249).
Kadangkal membanggakan jumlah yang besar justru menjadi penyebab kekalahan. "Dan
(ingatlah) peperangan Hunaian, yaitu pada waktu kamu menjadi congkak
karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi
manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu terasa sempit
olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai." (At-Taubah: 25).
Nabi
ini dihukum pada kaumnya. Allah meminta kepadanya untuk memilih bagi
umatnya satu dari tiga perkara. Dibiarkannya musuh dari selian mereka
menguasasi mereka atau kelaparan atau kematian.
Aku
bertanya pada diriku sendiri, rahasia apakah gerangan sehingga nabi itu
disuruh memilih satu dari tiga perkara. Maka aku mendapati bahwa satu
dari tiga hal itu bisa melemahkan, bahkan melenyapkan kekuatan sebuah
umat. Ia menghilangkan ujub yang ada di hati nabi itu dan umatnya. Jika
Allah menguasakan musuh dari selain mereka terhadap mereka, maka musuh
itu akan menghinakan dan merenggut kehormatan mereka. Jika kelaparan
yang menimpa, maka kekuatan mereka lenyap dan mudah untuk dikalahkan.
Jika mati, maka jumlah mereka berkurang.
Memilih
satu dari tiga perkara adalah perkara yang membingungkan dan perlu
pertimbangan yang matang. Nabi ini telah berunding dengan umatnya dan
mereka menyerahkan perkara itu kepadanya, karena dia adalah nabiyullah.
Para nabi diberi petunjuk dan langkahnya adalah lurus.
Pilihan
nabi ini cukup tepat. Dia memilih kematian, bukan kelaparan atau
kekuasaan musuh atas mereka. Jika seseorang yang hanya menimbang dengan
tolak ukur dunia, niscaya dia memilih lain dari apa yang dipilihnya oleh
nabi itu.
Mungkin sebagian orang yang
berpikiran dangkal berpendapat bahwa pilihan tepat adalh dikuasakannya
musuh atas mereka, karena merka akan tetap hidup walaupun musUh bisa
saja membunuh sebagian dari mereka. Akan tetapi nabi ini tidak rela jika
kaumnya dihina dan diinjak-injak. Dan pembunuhan tidak bisa terelakkan
jika musuh mereka menguasai mereka.
Kelaparan
adalah perkara berat. Bisa jadi kelaparan menjadi penyebab kalahnya
mereka dari musuh mereka, bahkan mungkin banyak yang mati karenanya.
Memilih
kematian adalah memilih sesuatu yang pasti datang. Siapa yang hari ini
tidak mati, maka dia akan mati besok atau lusa, tidak ada tempat
berlari dan berlindung darinya.
Nabi ini
memilih kematian buat umatnya. Orang-orang yang kembali kepada Tuhan
mereka diharapkan bisa diterima di sisi-Nya, dan orang-orang yang hidup
sesudah mereka diharapakan bisa mengambil pelajaran dari apa yang
terjadi pada mereka. Bisa jadi setelah mereka mati, Allah memberi ganti
dalam jumlah yang banyak jika Dia berkehendak. Segala perkara berada di
tangan Allah.
Nabi ini shalat. Begitulah
para nabi dan orang-orang shaleh manakala menghadapi perkara besar,
mereka berdiri shalat. Maka dia shalat sebagaimana dikehendaki oleh
Allah untuk shalat. Lalu Allah memberinya taufik untuk memilih perkara
yang paling ringan. Dia berkata kepada Tuhannya, "Adapun musuh dari
selain mereka, maka jangan. Kelaparan juga jangan, akan tetapi
kematian."
Kematian menyebar di kalangan
mereka seperti api yang menyebar di hamparan rumput kering. Satu persatu
wafat. Kematian menjemput dan membinasakan generasi yang tumbuh. Dalam
satu hari ada tujuh puluh ribu yang wafat.
Akibat
dari ujub yang ada pada nabi ini kepada kaumnya sangatlah mengerikan.
Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam khawatir seperti ini bisa menimpa
para sahabatnya. Maka beliau berbisik setelah shalat, "Ya Allah, dengan-Mu aku berusaha, dengan-Mu aku melawan, dan dengan-Mu aku berperang."
Dan beliau mengingat kisah nabi ini, maka beliau berdoa dengan doa
seperti di atas kepada Allah, mengumumkan ketidakmampuan dan
ketidakberdayaan serta hanya bergantung kepada kekautan dan daya para
sahabatnya. Dalam menghadapi musuh nabi berperang kepada Allah semata,
tanpa selain-Nya. Hanya dari-Nya pertolongan dan kemenangan, dan tiada
daya dan kekuatan kecuali hanya dengan-Nya.
Pelajaran-Pelajaran dan Faedah-Faedah Hadis
1. Rasulullah
Shallallahu Alahi wa Sallam memberi pengertian kepada para sahabatnya
tentang sebab-sebab kelemahan dan kebinasaan, di antaranya adalah ujub
terhadap diri sendiri.
2. Akibat
ujub sangatlah mengerikan, sebagaimana yang terjadi pada umat Nabi
tersebut. Hal itu karena ujub melemahkan tawakal dan berpijak kepada
Allah, serta menjadika seseorang hanya bergantung keapa sebab-sebab
materi.
3. Hendaknya
para pemimpin, para panglima dan para pengendali urusan harus waspada.
Jangan sampai Allah menurunkan apa yang telah Allah timpakan kepada
kaum nabi ini. Pada zaman ini kita sering melihat dan mendengar
banyakanya kekaguman para pemimpin dan panglima terhadap tentara dan
pengikut mereka.
4. Bisa
jadi sebab turunnya ujian adalah sesuatu yang samar, hanya diketahui
oleh orang yang mengerti agama Allah. Musibah ini bisa menimpa kaum
shalih yang berjihad, sementara mereka tidak mengetahui dari mana
sebabnya.
5. Adanya
umat yang baik dalam jumlah besar sebelum kita. Pada kalangan mereka
terdapat orang-orang yang berperang dan berjihad di jalan Allah. Adalm
rentang waktu yang pendek, jumlah orang yang mati mencapai tujuh puluh
ribu orang.
6. Seorang
muslim dianjurkan untuk melaksanakan shalat jika mendhadapi suatu
perkara besar. Semoga Allah membimbingnya kepada pilihan yang paling
lurus. Termasuk hal ini adlah istikharah yang disyariatkan leh Allah
setelah dua rakaat.
7. Dalam
perkara yang diharuskan memilih seorang muslim hendaknya tidak
tergesa-gesa. Dia harus bermusyawarah seperti yang dilakukan oleh Nabi
ini. Dia harus memikirkan dengan matang, menimbang antara
pilihan-pilihan yang ada. Dia harus berdoa kepada Allah agar memberinya
taufik sehingga bisa memilih dengan benar.
Sumber: diadaptasi dari DR. Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar, Shahih Qashashin Nabawi, atau Ensklopedia Kisah Shahih Sepanjang Masa, terj. Izzudin Karimi, Lc. (Pustaka Yassir, 2008), hlm. 205-211.